Rabat (matanesia.id) – Barangkali, penggunaan lensa fokus tetap (fixed lens) 50mm adalah pilihan terakhir bagi fotografer saat merekam situasi keseharian. Lanskap yang menawan dengan eleman warna rupawan lebih banyak direkam dengan lensa sudut lebar.
Kebanyakan juru foto menggunakan lensa 35mm (fixed) untuk perekaman sehari-hari. Atau lensa ‘sapu jagat’ dengan focal lenght lebar hingga tele (lensa zoom).
Bagaimana dengan lensa 50mm? Apa saja yang bisa didapat dari penggunaan lensa 50mm saat memotret di jalanan.
Perjalanan fotografi bersama Photo Journey Series-Irza Tour membawa saya menjejak Maroko awal tahun 2024 ini. Kerajaan Maroko dengan pengaruh budaya Berber, Arab, Eropa, dan Afrika ini terletak di ujung paling barat Afrika Utara.
Beberapa kota besar seperti Casablanca, Rabat, Chefchouen, Fez dan Marrakesh menjadi fokus perjalan singkat di negeri yang juga dikenal sebagai Maghreb – “Barat” ini.
Casablanca, pusat bisnis dan perdagangan di Maroko sangat dinamis. Menjelang senja, alun-alun kota dipenuhi warga yang mulai pulang kantor atau sekadar menikmati siraman hangat matahari sore. Tantangan dimulai di sini!
Untuk beberapa menit, saya masih larut oleh hiruk-pikuk pusat kota yang tengah masuk musim dingin ini. Selain itu, saya tak bisa sembarangan merekam di tempat baru. Orang-orang dengan gestur dan wajah ekspresif memang menggoda untuk direkam. Namun, sekali lagi, saya hati-hati menekan shutter. Seorang teman berpesan, tidak semua orang suka difoto di sini. Tentu saja saya mengamini.
Lensa pendek 50mm memaksa saya untuk lebih lincah mengatur jarak dengan subyek, serta memperhatikan elemen-elemen dalam bingkai jendela bidik. Perlu waktu lebih panjang untuk mendapatkan komposisi terbaik dengan elemen dan pencahayaan akurat. Dalam perjalanan fotografi ini, saya menggunakan body kamera ‘full frame’.
Namun demikian, bagian terbaik dari lensa 50mm adalah rentang tangkapannya mirip dengan penglihatan mata kita! Distorsi yang rendah dan perspektif lebih alami membuat jenis lensa ini cukup ringkas dipakai untuk perekaman sehari-hari. Baik lanskap, arsitektural atau potret.
‘Pembatasan’ panjang fokus lensa (50mm) di satu sisi harus diakui sangat menantang, kalau tidak mau disebut menyulitkan, bagi saya yang sehari-hari lebih banyak menggunakan lensa lebih lebar. Namun demikian, ‘pembatasan’ itu juga yang pada akhirnya menggugah gagasan-gagasan baru dalam menyusun elemen-elemen gambar.
Di Casablanca, interaksi orang-orang, gedung-gedung, jalur trem dan kedai-kedai kopi adalah saujana menggiurkan untuk direkam. Termasuk hal-hal detail seperti aspal atau pucuk-pucuk gedung tua. Sementara di Fez, labirin Medina (kota tua) tak kalah menggugah adrelanin pemotretan. Di sini, saya lebih banyak merekam dinding-dinding kota dan gang-gang sempit dengan pencahayaan rendah. Sepanjang labirin kota tua, lensa 50mm tetap waspada menunggu kelebatan orang-orang yang lewat. Saya banyak memanfaatkan momen menunggu, setelah menyiapkan komposisi pilihan di tiap sudut gang.
Metode pemotretan di atas juga saya terapkan di Rabat, Chefchouen, dan Marrakesh. Meski, masing-masing kota menyimpan potensi momen dan situasi berbeda, mereka disatukan oleh elemen-elemen yang nyaris sama. Bentuk bangunan, lorong, lampu jalan dan jenis pakaian.
Pada akhirnya, jenis lensa memang menentukan banyak hal. Perspektif dan distorsi menjadi menu utama yang harus dikelola dengan maksimal saat menggunakan lensa 50mm. Jadi, bagaimana? Tertantang juga pakai lensa 50mm di jalanan? (*)