Matanesia.id – Traveling atau perjalanan wisata sering disebut punya dampak baik bagi pelakunya. Selain menambah wawasan, traveling juga dianggap mampu membuat tubuh lebih baik dan mengurangi stres. Lalu, bagaimana dampak perjalanan foto bagi penikmat atau pembacanya?
Ada sejumlah cara untuk ‘naik level’ dalam melakukan perjalanan fotografi. Satu diantaranya melalui metode penceritaan foto perjalanan.
Umumnya pejalan lebih banyak merekam perjalanan foto dengan mengutamakan imaji-imaji spektakuler seperti lansekap yang elok, bangunan bersejarah, atau ekspresi penduduk lokal tanpa identitas dan cerita. Semuanya tentang keindahan visual.

Tentu saja, kita semua menyukai keindahan, atau terkesima dengan situasi baru sebuah kota yang jauh dari tempat tinggal. Namun, dengan menyertakan catatan kecil atau cerita di balik keelokan tempat akan memberi nilai tambah bagi pemotret dan pembaca.
Berikut sejumlah langkah untuk memulai cerita foto perjalanan:
Pertama, siapkan gagasan dengan melakukan riset kecil terhadap lokasi yang akan dikunjungi. Mulai dari situasi lokasi, kondisi alam, sejarah singkat, seni budaya hingga kebiasaan sehari-hari penduduknya. Riset bisa dimulai melalui internet, buku atau majalah travel.
Sekecil apapun bekal riset yang didapat akan membantu mendapatkan gagasan ‘pra visual’. Catatan atau foto-foto yang dibuat oleh orang-orang terdahulu akan memberikan inspirasi dalam pemotretan di perjalanan.
Kedua, saat tiba pertama kali di kota tujuan nikmati lebih dahulu suasana umum hingga detailnya. Hangatnya sinar mentari, interaksi orang-orang, elemen-elemen lainnya seperti arah cahaya, warna, bentuk, dan tekstur sebuah benda atau bangunan di sekitar. Langkah ini akan membantu untuk menemukan sudut pandang cerita dan visualnya.
Lalu, mulailah dengan metode pemotretan ‘overview’ (umumnya dengan lensa lebar) yang berguna sebagai pembuka cerita atau identifikasi umum sebuah tempat. Setelah mendapatkan situasi umum, mulailah merekam subyek foto seperti interaksi orang, sudut-sudut bangunan dengan pendekatan ‘medium shot’. Sebagai contoh, jika subyek adalah manusia, ambil foto setengah badan saat mereka bercakap-cakap. Namun, yang perlu diingat, tidak semua tempat memiliki keleluasaan bagi pemotret. Di Kashmir misalnya, memotret wanita (terutama yang belum dewasa) tak bisa sembarangan. Harus ada izin dari keluarga terdekat. Intinya, hargai privasi subyek foto.

Untuk memberikan ‘jeda’ kepada rangkaian foto perjalanan, jangan lupa memotret detail atau ‘close up’. Foto detail juga akan memberikan identifikasi lebih jauh terhadap cerita karena kemampuan mata manusia yang terbatas untuk mengenali banyak elemen pada sebuah foto.
Pastikan semua ‘belanjaan’ foto disertai data. Setidaknya nama tempat, nama orang dan cerita umum situasi. Di saat rehat, teliti lagi ‘shot list’ atau belanjaan foto. Apakah sudah cukup baik secara visual maupun cerita. Jika masih ada waktu, ulangi pemotretan di kondisi pencahayaan berbeda untuk mendapatkan ‘kekayaan visual’.
Panyusunan Foto dan Saluran Publikasi
Tak perlu buru-buru menyusun rangkaian foto perjalanan. Lihat kembali belanjaan foto. Sembari ngopi, susun rangkaian foto dengan metode sederhana: bisa dimulai dengan memilih foto pembuka (establising shot) dan foto penutup terlebih dahulu.
Foto pembuka umumnya adalah foto dengan pendekatan ‘overview’, meski bisa juga dengan foto lain yang mengidentifikasi sebuah tempat atau situasi.
Rangkaian foto lain bisa disusun lagi saat tiba kembali di rumah. Dalam menyusun rangkaian foto, tak ada salahnya melibatkan orang terdekat atau teman dan orang yang dianggap punya pengalaman lebih.
Setelah rangkaian foto selesai disusun, tulis narasi pengantar cerita dan caption untuk masing-masing foto. Saat ini, banyak saluran publikasi untuk foto-foto perjalanan, seperti majalah perjalanan wisata maupun media umum yang punya rubrik foto. Di luar saluran arus utama, media sosial bisa jadi alternatif untuk berbagi cerita foto perjalanan.
Foto perjalanan memang kerap menggoda untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya gambar. Sementara metode penceritaan foto perjalanan memerlukan waktu sedikit lebih banyak. Obrolan dengan orang-orang yang ditemui hingga pencatatan data di lokasi seringkali menjadi tantangan dalam foto perjalanan.

Pilihan di tangan anda, sebab sejatinya foto cerita perjalanan lebih dari sekadar pencahayaan yang baik, fokus yang tajam dan hal-hal indah lainnya. Dia memerlukan kisah, sesuatu yang akan melibatkan pemirsa dan membuatnya ingin melanjutkan melihat foto serta mendapatkan makna dari cerita sebuah perjalanan.
Mamuk Ismuntoro, Editor in Chief dan Founder Matanesia
*Tulisan ini pernah diterbitkan di www.kompas.id